Belut atau dalam bahasa latin Saintifiknya Monopterus Albus termasuk kategori ikan yang berbentuk panjang dengan kepala bulat dan berinsang.
Banyak orang yang tak suka makan belut, namun diakui ikan yang hidup di air tawar ini kaya dengan pelbagai khasiat. Bahkan khasiatnya sebanding dengan ikan tenggiri dan selar, yang mengandung 18,6 persen protein dan 15 persen lemak. Belut juga kaya dengan lemak, kalsium, Vitamin B, Vitamin D dan zat besi.
Khasiatnya antara lain dapat membantu menguatkan daya tahan tubuh, menormalkan tekanan darah, menghaluskan kulit, mencegah penyakit mata, menguatkan daya ingat dan membantu mencegah hepatitis.
Nah, tak jarang pula orang mengincar menu masakan di berbagai restoran yang menyajikan macam masakan belut ini. Khususnya di Medan, kekaguman warga Medan akan ikan yang satu ini sangat jelas terlihat pada suku tionghoa. Mereka seperti tergila-gila dengan belut ini. Bukan saja karena khasiatnya, tapi rasa yang diciptakan dari racikan bumbu sang koki.
Pemilik (Owner) Warung Belut Jalan Karya III Peringgan Helvetia Medan Serly, mengatakan belut memang sangat diganderungi orang keturunan Tionghoa. “Memang orang kita juga banyak yang suka. Tapi mereka yang dominan,” terangnya kepada wartawan.
Serly juga mengatakan, belut hasil racikannya ini menjadi terkenal melalui informasi dari mulut ke mulut. “Banyak yang menyajikan masakan belut di rumah makan di Medan ini. Namun, kami memiliki resep yang berbeda dan cara penyajian yang berbeda,” katanya.
Yang disajikan di Warung Belut milik Serly ini banyak macamnya, dari belut sambal ijo, belut sambal merah, tauco, tumis, pecal belut dan lainnya.
Menurut Serly, menu masakan belut ini merupakan masakan khas di banyak daerah. Satu diantaranya adalah daerah Jawa. “Belut ini kan banyak terdapat di sawah dan orang dulu di Jawa juga menjadikan belut ini sebagai lauk pada makanan sehari-harinya. Mungkin di daerah lain tak begitu digemari. Kalau di Jawa belut merupakan idola,” katanya.
Serly juga mengatakan, mendapatkan inspirasi untuk mengembangkan usaha warung belut ini dari orangtua perempuannya.
“Kami dulu tinggal di Siantar dan ibu saya memang sering memasak belut sebagai lauk sehari-hari kami. Nah, dari situlah saya mendapatkan inspirasi untuk mengembangkan usaha ini. Namun dengan berbagai variasi jenis masakan donk,” ujar Serly yang memiliki 10 orang karyawan di warungnya.
Dulunya, lanjut Serly, keinginan masyarakat untuk mengkonsumsi belut ini memang sangat rendah. “Dulu mungkin banyak yang belum tau khasiat dari belut ini. Nah, begitu tau, barulah sekarang belut ini diminati dimana-mana,” ujarnya.
Tentunya, sambungnya, untuk menyesuaikan kenikmatan masakan dengan lidah pengunjung bukanlah hal yang mudah. “Karena jika tak sesuai selera, alhasil, pelanggan akan mencari tempat lain,” jelasnya. (saz)
0 komentar:
Posting Komentar