Meminum teh di waktu senggang dan santai bersama teman adalah hal yang mengasyikan.
Nah, kebiasaan tersebut dapat berevolusi menjadi bisnis, kemudian merembet ke upaya menyadarkan masyarakat dengan pembangunan karakter kerukunan antar etnis.
“Semula hanyalah pertemuan yang dipenuhi oleh pikiran mengenai adanya tradisi yang mulai hilang. Tradisi itu adalah seduh teh. Tradisi ini kemudian kami bangkitkan kembali,” ungkap Pemilik Kedai Ho Teh Tiam (Kedai Teh Berkualitas) Jalan Monginsidi Endar Hadi Purwanto, kepada wartawan, kemarin (9/7).
Endar yang juga Sekretaris MTC (Medan Tea Club) ini mengatakan, belakangan, tradisi itu bukan hanya menjadi usaha komersial, tetapi juga simbol keterbukaan etnis Tionghoa Medan yang selama ini terstigma sebagai komunitas tertutup.
“Awalnya kami berkumpul dengan sesama penggemar teh. Pertemuan itu digunakan untuk menjalin hubungan dan lebih banyak untuk mengisi hari tua,” ujar Endar yang juga pendiri komunitas pencinya teh.
Dari pertemuan itu, mereka mengetahui ada tradisi yang hilang dalam kebiasaan minum teh yang dibawa leluhur mereka ke nusantara. Akhirnya mereka mencari sejumlah tetua yang masih paham betul bagaimana cara menyeduh teh.
Kemudian mereka juga mencari ahli dari berbagai negara yang paham mengenai tradisi seduh teh itu. Dari berbagai kisah dan juga pengetahuan yang dikumpulkan, anggota komunitas itu akhirnya menemukan kembali dan memahami tradisi seduh teh sebenarnya. “Pada dasarnya, seduh teh merupakan hal yang sederhana, namun tidak dipahami banyak orang. Pengolahan teh yang baik akan mempengaruhi harga, rasa dan aroma. Akan tetapi, penyeduhan yang benar akan memengaruhi khasiat dan mutunya,” terang Endar.
Endar juga memaparkan, sebelum diseduh, sebaiknya perlengkapan minum seperti gelas dan poci dicuci dengan air hangat agar bersih. Selanjutnya, sambungnya, daun teh yang akan diseduh dicuci dengan air hangat. Lebih lanjut Endar mengatakan, kemudian teh dimasukkan ke poci.
Sebagai tambahan, sambungnya, jangan biarkan sisa teh yang telah diseduh terendam dalam air karena bisa menyebabkan teh menjadi basi. “Jika dibiarkan tanpa air, teh sebenarnya masih bisa diseduh ulang hingga beberapa kali,” ujarnya.
Jika saat ini Endar melestarikan tradisi seduh teh, bukan berarti pengetahuan tersebut dia dapatkan turun-temurun. Kecintaan pada teh mendorongnya tetap melestarikan kebiasaan itu. MTC kemudian mempertemukan para pencinta teh di kalangan etnis Tionghoa. Dari semula anggotanya hanya 42 orang, seiring waktu, anggota MTC mencapai ratusan orang.
Kedai ini menjadi sarana menyosialisasikan tradisi seduh teh. Tempat itu juga digunakan untuk mengajak mereka yang ingin belajar mengenai tradisi seduh teh. Kedai ini merupakan kedai untuk semua orang dari berbagai golongan yang dipersilakan mengenal tradisi seduh teh yang benar sambil berkumpul.
Di samping memperkenalkan tradisi seduh teh, Endar mengaku ingin membumikan tradisi minum teh, termasuk lebih memanfaatkan bahan-bahan dari dalam negeri sehingga bisa memberdayakan petani lokal.
Endar mengungkapkan pemahaman masyarakat Indonesia yang keliru tentang teh sebagai minuman kelas rendah harus dikikis.
Apalagi meminum teh dengan gula malah mengurangi kadar zat katekin, yakni zat yang mampu menangkal radikal bebas. “Terutama katekin pada teh hijau sangat baik menjadi antioksidan alamiah bagi tubuh kita,” ujarnya. (saz)
0 komentar:
Posting Komentar