The Pig

Minggu, 08 Agustus 2010

Babi dari dulu bertanggungjawab atas terjadinya berbagai macam penyakit. Umumnya penyakit yang ditimbulkan oleh babi sangat-sangat misterius. Tahun 1918, babi bertanggungjawab atas berjangkitnya penyakit yang bernama "Spanish Flu". Menurut kabar resmi 21 juta nyawa melayang akibat penyakit ini. Kabar tak resmi menyebut angka 40 juta.

Belum lama, ketika berjangkit SARS, babi juga jadi monster yang menakutkan. Semenanjung China dan Singapura jadi sepi pengunjung. Lalu, lagi-lagi babi yang menjadi biang kerok merebaknya Nipah Virus, yang membunuh sedikitnya 100 orang di Malaysia.

Bulan Agustus 2005, di China puluhan orang mendadak mati, dengan gejala misterius, seperti mual, demam, muntah-muntah dan pendarahan di bawah kulit. Mereka adalah para petani yang secara langsung melakukan kontak dengan babi-babi.

Sekarang di Indonesia sedang heboh membicarakan Flu Burung. Flu burung sendiri sebetulnya hanya penyakit yang menular dari unggas ke unggas, seperti ayam, burung, bebek dan sama sekali tidak bisa menular kepada jenis hewan lain, seperti kadal, kelinci, atau primata seperti, kera, baboon, monyet dan manusia (dalam dunia biologi, manusia termasuk primata lho, jangan marah), karena kelainan GEN antara manusia dan unggas.

Flu burung sendiri termasuk salah satu dari 15 afian influenza yang secara rutin menyerang para hewan unggas. Pasti kita sering mendengar wabah penyakit unggas, yang biasanya menyerang ayam secara massal, seperti tetelo dll. Itu juga termasuk afian influenza atau flu burung. Tidak heran kalau para peternak ayam sering ditinggal mati mendadak oleh ternaknya secara berjamaah. Lalu kenapa flu burung bisa masuk ke tubuh manusia dan hewan lainnya? Ini yang menjadi "misterius link". Ternyata lagi-lagi si babi yang musti bertanggungjawab.

Ceritanya begini, Virus flu burung secara diam-diam merasuk ke dalam tubuh si babi dan tubuh si babi secara alami menjadi lahan yang subur bagi firus flu burung untuk bermutasi menjadi jenis H5n1 yang bisa menembus kekebalan tubuh manusia. Lalu virus yg sudah bermutasi tersebut lompat lagi dari babi ke unggas, ke hewan lainnya, dan manusia. Nah, kini kemampuan si virus bukan hanya menjangkiti unggas-unggas, tapi sudah pandai pula menjangkiti manusia. Dan pada tingkat yang lebih parah nantinya, virus itu bisa menular dari manusia ke manusia. Tidak heran kalau detektif depkes RI sampai sekarang tidak menemukan tokoh intelektual dibalik terbunuhnya para penderita flu burung. Karena walaupun mereka, para korban, tidak makan ayam atau tidak punya unggas, bisa jadi virus itu dari jenis binatang lainnya.

Kembali ke cerita si babi. Hebatnya si babi ini, walaupun menjadi lahan subur bagi berkembangnya berbagai macam virus dan penyakit, si babi sendiri tidak menderita penyakit tersebut! Ini yang masih menjadi bahan penyelidikan para ahli. (Makanya tidak ada babi yang beli obat ke apotik). Kenapa sih berbagai penyakit dan virus mematikan dari babi bisa dengan mudah bermutasi, dan menyerang manusia?

Pertama, karena kedekatan DNA (Deoxyribo Nucleid Acid) manusia dan babi hanya selisih 3 persen saja. Tidak heran kalau anatomi tubuh babi, lebih mirip manusia. Hingga organ tubuh babi lebih cocok digunakan untuk transplantasi / cangkok organ tubuh manusia. Bahkan suatu riset di Australia pernah mencoba mencampur sperma manusia dan indung telur babi untuk dibuahi. Dan ternyata berhasil. Karena DNA manusia dan babi sangat-sangat mirip. Hanya hasil dari riset pembuahan itu tidak dipublikasikan, menjadi manusia atau babi, atau manusia setengah babi, atau babi setengah manusia.

Kedua, babi mempunyai PERV (Porcine Endogenous Retrovirus), semacam virus asli yang diindap babi. Dengan kata lain, sejak lahir babi di seluruh dunia sudah memiliki Deoxyribo Nucleid Acid yang mengandung Porcine Endogoneous Retrovirus, yang berpotensi menyebar berbagai macam penyakit. Sekurangnya 25 jenis virus yang berbeda dari babi, dapat menjangkiti manusia.

The National Institute Standard Tecnology (NIST) pernah menghabiskan dana sebesar US$ 1,9 juta dalam rangka menghilangkan Porcine Endogenous Retrovirus dari babi, tapi gagal. Jadi tidak heran, kalau sedari dulu lagi, Islam melarang pemeluknya untuk mencerna segala produk makanan yang mengandung unsur B2 (babi) ini. Lagian masih banyak jenis makanan lain, yang free PERV, seperti ayam, kalkun, sapi, tempe, tahu dll.

Dan kalau ada rekan non-muslim yang menawari saya makan babi, karena kekerabatan DNA itu, saya lebih suka mengatakan, supaya lebih mudah, "No, thanks, he is our brother".

~M. Noer Arifin~
Balikpapan, Kalimantan Timur.
Dari berbagai sumber

0 komentar:

Total Tayangan Halaman

Entri Populer

Translate

Blog Archive